Status eliminasi filariasis (penyakit kaki gajah) di suatu negara hanya bisa ditetapkan jika seluruh kabupaten/kota endemis di negara tersebut telah berhasil melakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis dan dinyatakan lulus beberapa jenis survei evaluasi program filariasis. World Health Organization (WHO) akan melakukan proses verifikasi dan validasi terhadap semua data program eliminasi filariasis, termasuk data pemberian obat dan hasil-hasil penilaian sebelum dan sesudah pelaksanaan program POPM. Dengan demikian, sungguh penting untuk melaksanakan survei dengan metode yang sesuai dengan standar WHO yang telah diakui secara global.
Indonesia berupaya melakukan penanggulangan filariasis untuk mencapai eliminasi filariasis pada tahun 2030. Pada tahun 2015, telah dilaksanakan kampanye nasional bulan eliminasi penyakit kaki gajah (belkaga) berupa kegiatan minum obat serentak di seluruh daerah endemis di Indonesia. Hingga bulan Januari 2024, sebanyak 38 dari 236 kabupaten/kota endemis filariasis di Indonesia telah dinyatakan eliminasi filariasis. Sebelum tahun 2024, B/BTKLPP yang merupakan UPT Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dan memiliki fungsi pelaksanaan surveilans epidemiologi telah memberikan dukungan dalam bentuk pelaksanaan survei evaluasi paska POPM filariasis di kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan struktur organisasi B/BTKLPP menjadi B/B Labkesmas di bawah Ditjen Kesehatan Masyarakat (Kesmas), diperlukan pertemuan koordinasi dalam rangka monitoring evaluasi dan rencana pelaksanaan program filariasis dan kecacingan agar survei evaluasi dapat dilaksanakan dengan baik.
Pertemuan Koordinasi dalam rangka Monitoring Evaluasi dan Rencana Pelaksanaan Program Filariasis dan Kecacingan dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 9-12 Januari 2024. Perwakilan dari BB Labkesmas Yogyakarta adalah Kepala BB Labkesmas Yogyakarta (dr. Darmawali Handoko, M.Epid.), Koordinator Substansi Surveilans Epidemiologi (dr. Yohanna Gita Chandra, M.S.), dan perwakilan supervisor survei filariasis (Heldhi B. Kristiyawan, S.K.M., M.Eng.). Pertemuan dibuka oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), dr. Imran Pambudi, M.P.H.M. Lalu, disampaikan beberapa materi tentang: 1) Kebijakan Program Pencegahan dan Pengendalian Filariasis di Indonesia; 2) Overview Petunjuk Teknis Surveilans Program Eliminasi Filariasis Global; 3) Pengalaman Pelaksanaan BIS di Kota Baubau; dan 4) Berbagi Pengalaman: In-depth Interview saat PreTAS di Kab. Kaimana dan Kab. Pangkajene Kepulauan. Selain itu, perwakilan masing-masing B/B Labkesmas menyampaikan dukungan yang diberikan terhadap program eliminasi filariasis pada tahun sebelum-sebelumnya dan pada tahun 2024. Sebagian besar B/B Labkesmas tidak dapat menganggarkan untuk kegiatan survei filariasis pada tahun 2024 karena berkurangnya PAGU anggaran 2024. Tambahan lagi, ada paparan dari perwakilan Direktur Tata Kelola Kesehatan Masyarakat (Takelkesmas) Ditjen Kesmas tentang Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas), dan juga disampaikan bahwa Direktur Takelkesmas akan berusaha menyampaikan kebutuhan untuk upaya eliminasi filariasis kepada pimpinan, diharapkan tim kerja Neglected Tropical Diseases (NTDs) dapat memberikan rincian jumlah anggaran yang dibutuhkan segera. Di akhir acara, tim kerja NTDs memimpin penyusunan kesepakatan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan pada tahun 2024.