Dalam rangka memberikan gambaran lengkap kemajuan program Eliminasi Filariasis, Pengendalian Kecacingan dan Schistosomiasis di Indonesia serta sarana untuk meningkatkan dukungan lintas program dan lintas sektor baik dari lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang terkait, Sub Direktorat Filariasis, Kecacingan dan Schistosomiasis Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) Kementerian Kesehatan RI, pada (11/08) menyelenggarakan Pertemuan Stakeholder Program Eliminasi Filariasis, Pengendalian Kecacingan dan Schistosomiasis di Hotel Borobudur Jakarta.
Pertemuan yang diikuti oleh para penentu kebijakan dari lintas program dan lintas sektor, lembaga donor, LSM, dan lembaga lainnya ini, kata Kepala Sub Direktorat Filariasis, Kecacingan dan Schistosomiasis dr. Anas Ma' ruf, MKM dalam laporannya juga mempunyai tujuan khusus yaitu untuk mensosialisasikan program pengendalian filariasis dan kecacingan, mengetahui peran mitra dalam pengendalian filariasis dan kecacingan, serta meningkatkan dukungan lembaga donor lain selain United States Agency International Development (USAID) di berbagai wilayah di Indonesia.
Filariasis atau elephantiasis (penyakit kaki gajah), kecacingan (STH) dan Schistosomiasis merupakan penyakit tropis terabaikan yang endemis di Indonesia. Program eliminasi dan pengendalian penyakit-penyakit tersebut sudah terbukti memberikan distribusi yang besar dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan menurunkan angka kecacatan dan menurunkan dampak lain yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut. Peluncuran program global eliminasi Filariasis yang terintegrasi dengan penyakit tropis terabaikan lain seperti kecacingan dan Schistosomiasis, memiliki fokus pada pemberian obat masal yang terbukti lebih cost-effective dibandingkan pendekatan lain seperti pengendalian vektor.
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (PPBB) dr. Andi Muhadir, MPH mewakili Plt. Direktur Jenderal PP dan PL menyampaikan dalam sambutannya bahwa Program Eliminasi Filariasis selain terintegritas dengan program pengendalian kecacingan dan Schistosomiasis juga berintegrasi dengan program pemberian Vitamin A, Upaya Kesehatan Sekolah (UKS), Pemberian Kelambu Massal dan lain-lain dengan melibatkan lintas program, lintas sektor, dan masyarakat.
Upaya pelaksanaan program menurut dr. Andi Muhadir hingga saat ini telah mencapai berbagai kemajuan dan keberhasilan yang cukup berarti, walaupun masih terkendala oleh beberapa masalah, antara lain : 1) belum terlaksananya POMP Filariasis di semua kabupaten/kota sehingga belum berhasil menurunkan angka mikrofilaria setelah pelaksanaan POMP 5 tahun; 2) Pada daerah dengan angka mikrofilaria dan kepadatan penduduk yang tinggi, POMP Filariasi menimbulkan reaksi pengobatan yang cukup mempengaruhi cakupan pengobatan; 3) Masih kurangnya pemahaman daerah terhadap kebijakan sasaran unit pelaksanaan POMP Filariasis (IU); dan 4) masih sedikitnya peran serta atau dukungan dari lembaga Donor baik lokal maupun internasional dalam program Eliminasi Filariasis.
Program Eliminasi Filariasis merupakan salah satu program prioritas nasional pengendalian penyakit menular yang ada dalam RPJMN tahun 2010-2014 dan berdasarkan kesepakatan global WHO Eliminasi Filariasis harus tercapai pada tahun 2020. Selain itu pada rancangan RPJMN 2015-2019, Filariasis diusulkan menjadi salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Kesehatan, dengan harapan agar penyakit terabaikan ini bisa mendapatkan perhatian bagi semua pihak sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat dalam 5 tahun kedepan. Hal ini sesuai dengan tujuan global yang termaktub di dalam rancanagan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2016-2030. Untuk itulah, saat ini Indonesia telah melakukan berbagai langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Hingga akhir tahun 2013 tercatat 233 kabupaten/kota terpetakan endemis dengan pemeriksaan berbasis laboratorium. Pada tahun 2014-2015 dilakukan pemetaan endemisitas pada 107 kabupaten/kota.
Sampai saat ini juga baru 141 kabupaten/kota yang melaksanakan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis. Masih banyak kabupaten/kota terkendala belum melaksanakan POMP Filariasis karena keterbatasan anggaran dan sumber daya lain. bahkan beberapa kabupaten kota tidak berhasil menjaga kesinambungan pelaksanaan POMP Filariasis terhenti di tengah jalan, sehingga tidak mencapai target yaitu minimal 5 tahun berturut-turut.
Sehingga kondisi tersebut, kata dr. Andi Muhadir menjadikan pertemuan ini menjadi sangat penting di dalam mendukung pencapaian Eliminasi Filariasis, Pengendalian Kecacingan, dan Schistosomiasis Tahun 2020. Beberapa kendala tersebut, menurut beliau juga membuka kesempatan bagi Lembaga Donor, Corporate Social Responsibility (CSR) dan NGOs terkait untuk berpartisipasi dalam mensukseskan Eliminasi Filariasis Tahun 2020.
Program Eliminasi Filariasis di Indonesia telah menetapkan 2 strategi yang akan ditempuh, yaitu memutuskan mata rantai penularan dengan pengobatan massal penduduk di daerah endemis Filariasis dengan menggunakan DEC 6 Mg/Kg BB yang dikombinasikan dengan Albendazol 400 mg sekali setahun selama 5-10 tahun dan Perawatan Kasus Klinis Penyakit Kaki Gajah, baik kasus klinis akut maupun kasus klinis kronis.
Dalam pertemuan ini juga dilakukan pemberian penghargaan untuk perwakilan stakeholder yang telah bekerja keras untuk mensukseskan program pemberian obat masal pencegahan Filariasis, penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi yang di berikan USAID kepada pelaksana project ENVISION yaitu kepada Walikota Tidore Kepulauan, Maluku Utara Drs. H Achmad Mahifa dan Bidan Yulisnawati, Bidan dari Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Selain itu pada pertemuan ini juga dipaparkan berbagai materi presentasi terkait Situasi Terkini dan Kebijakan Program Eliminasi serta Pengendalian Penyakit Tropis Terabaikan lainnya di Tingkat Global yang disampaikan oleh Dr. Anand B. Josh dari WHO dan Upaya-Upaya Percepatan Untuk Mencapai Eliminasi Filariasis di Indonesia yang disampaikan oleh dr. Andi Muhadir, MPH Direktur PPBB.(adt/hms)