Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat terkait Penyakit Antraks di Kabupaten Gunungkidul


Menindaklanjuti peningkatan kasus kematian hewan dan kasus suspek antraks pada manusia di Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul, pada tanggal 13 Juli 2023 Dinas Kesehatan DIY melaksanakan pertemuan dengan tokoh masyarakat dengan tujuan meningkatkan pembudayaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui edukasi di Kantor Kapanewon Semanu. Pertemuan dibuka oleh Panewu Anom Semanu, Irwan Triwibowo, S.Sos., M.M. Pada sambutannya, disampaikan bahwa sejak dilaporkannya kasus suspek antraks di awal bulan Juni 2023, pemerintah kapanewon telah hadir di tengah masyarakat dengan mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh sektor pertanian dan sektor kesehatan. 

Pada pertemuan ini, Kepala BBTKLPP Yogyakarta, dr. Darmawali Handoko, M.Epid., menyampaikan materi “Membangun keterbukaan masyarakat untuk survei rutin dalam mencegah kasus antraks’, dengan tujuan agar peserta pertemuan dapat menggerakkan masyarakat untuk melaporkan kasus dugaan antraks baik pada hewan ternak maupun pada manusia. Untuk itu, masyarakat harus tahu tentang gejala/tanda penyakit atau faktor risiko penyakit antraks; mau melaporkan munculnya penyakit dan faktor risiko penyakit antraks; mampu melakukan pengamatan terhadap penyakit dan faktor risiko antraks; serta mampu melakukan penanganan sederhana secara mandiri. Materi kedua adalah “Pencegahan penularan Antraks melalui perilaku dan pengendalian faktor risiko lingkungan” oleh drh. Ikke Yuniherlina dari tim kerja Zoonosis Kementerian Kesehatan RI. Pada materi ini dipaparkan mengenai cara penularan,  faktor risiko perilaku terkait antraks, dan penanganan hewan yang mati mendadak. Presentasi terakhir adalah “Tinjauan budaya brandu/purak dari persepsi agama” yang disampaikan oleh Ketua MUI Kab. Gunungkidul, Dr. Asrofi S.Ag., M.Hum. Budaya brandu/purak merupakan kearifan lokal di Kabupaten Gunungkidul, dimana masyarakat secara bergotongroyong membeli hewan ternak untuk kemudian dipotong dan dagingnya dikonsumsi bersama. Dijelaskan bahwa dari persepsi Islam,  jika hewan ternak yang dibrandu dalam kondisi sakit, maka hukumnya makruh dan masyarakat harus lapor kepada petugas yang berkemampuan melakukan pemeriksaan kesehatan pada hewan (dokter hewan/mantri) terlebih dahulu. Jika hewan ternak sudah dalam kondisi mati, maka hukumnya adalah haram untuk dikonsumsi.

Acara diakhiri dengan diskusi dan tanya – jawab dengan peserta. Pertemuan ditutup oleh Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan DInas Kesehatan DIY Siti Nur Hayah Isfandiari, S.K.M., M.P.H.