Pertemuan Uji Coba Finalisasi Pedoman Surveilans Covid-19 Paska Pandemi


Pada tanggal 11-14 Juli 2023 bertempat di Movenpick Surabaya Hotel dilaksanakan Pertemuan Uji Coba Finalisasi Pedoman Surveilans Covid-19 Paska Pandemi yang diprakarsai oleh Tim Kerja Surveilans, Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan. Pertemuan dihadiri oleh utusan dari Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan, Pusat Kebijakan Kesehatan Global dan Teknologi Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, KKP Kelas I Makassar, KKP Kelas I Surabaya, KKP Kelas III Yogyakarta, BTKL PP Kelas I Makassar, BBTKL PP Surabaya, BBTKL PP Yogyakarta, WHO Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI). Dari BBTKLPP Yogyakarta diwakili oleh Mieng Nova Sutopo, S.K.M., M.Kes. Dasar pelaksanaan pertemuan ini yaitu: 1) pada tanggal 5 Mei 2023, Direktur Jenderal WHO berdasarkan rekomendasi Komite Emergensi IHR mengumumkan dicabutnya status KKMD (Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia) atau PHEIC (Public Health Emergency of International Concern). Keputusan ini diambil dengan beberapa pertimbangan seperti sudah menurunnya tren kasus global, tingkat hospitalisasi dan kematian yang rendah, serta sudah tingginya tingkat kekebalan masyarakat baik yang disebabkan oleh vaksinasi ataupun melalui infeksi alami virus COVID-19. 2). Pada tanggal 21 Juni 2023, Presiden Republik Indonesia mencabut status pandemic Covid-19 di Indonesia telah selesai dan berganti menjadi status endemi. Hal ini mengharuskan seluruh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk tetap waspada, karena pada saat dalam kondisi pandemi mewajibkan seluruh aktifitas masyarakat untuk dilakukan kegiatan pemeriksaan (swab) sedangkan pada saat ini (paska pandemic) kegiatan swab tersebut sudah tidak diwajibkan lagi, sehingga pemantauan penularan covid-19 sulit dilakukan, sedangkan Covid-19 masih ada dan masih berpotensi untuk menyebabkan kesakitan dan kematian.

Berdasarkan pedoman WHO tentang Global Strategic Preparedness, Readiness and Response Plan (SPRP) 2023-2025, terdapat 3 strategi utama yaitu 1) menurunkan dan mengendalikan sirkulasi SARS-CoV-2 terutama untuk menurunkan infeksi pada kelompok risiko tinggi dan populasi rentan; 2) mencegah, mendiagnosis dan memberikan perawatan pada kasus COVID-19 untuk menurunkan tingkat kesakitan, kematian dan efek jangka panjang (long-term sequelae);, dan 3) mendukung upaya transisi dari fase krisis ke fase manajemen COVID-19 yang terintegrasi, berorientasi jangka panjang dan berkelanjutan.

Dalam memperkuat kesiapsiagaan, respon dan ketahanan terhadap kegawatdaruratan kesehatan, terdapat 5 komponen kunci yaitu emergency coordination, collaborative surveillance, community protection, access to countermeasures, dan safe scalable care. Dalam konteks surveilans, salah satu yang direkomendasikan adalah pendekatan collaborative surveillance yang berarti upaya penguatan secara sistematis terhadap seluruh aspek dan pemangku kepentingan terkait surveilans, baik didalam sektor kesehatan maupun sektor di luar kesehatan, dengan tujuan utama untuk memperkuat public health intelligence dan meningkatkan kapasitas pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence based decision making).

Pedoman ini merupakan dokumen yang memandu peralihan strategi surveilans COVID-19 untuk dapat secara adekuat memantau perkembangan penyakit ini sekaligus secara bertahap mengintegrasikan sistem-sistem surveilans yang ada untuk memantau tidak hanya COVID-19 tetapi juga penyakit-penyakit yang berpotensi KLB lainnya, dan tidak bertujuan untuk menggantikan dokumen atau pedoman nasional yang telah ada, akan tetapi untuk mengintegrasikan berbagai sistem surveilans yang ada untuk lebih memperkuat kapasitas nasional terutama dalam hal deteksi dini dalam mempersiapkan kemungkinan adanya potensi epidemi/pandemik di masa yang akan datang.

Sasaran pengguna petunjuk teknis ini adalah para pengambil kebijakan, pengelola program dan petugas kesehatan lainnya di rumah sakit sentinel, puskesmas sentinel, puskesmas dan rumah sakit secara umum, laboratorium dan KKP serta dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota.

Tujuan umum dari pedoman ini adalah untuk memperkuat pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence based decision making) melalui public health intelligence untuk penyakit respiratori. Tujuan khusus yang diharapkan dari upaya pelaksanaan surveilans transisi, yaitu

1. Meningkatkan kemampuan deteksi dini kasus respiratori berpotensi KLB/epidemi/pandemi melalui kegiatan pemantauan tren kasus, pelaporan rumor (peningkatan, klaster), pemantauan tingkat keparahan dan kematian.

2. Melakukan upaya pengendalian penyebaran penyakit melalui penilaian risiko berkala dan pelibatan masyarakat dengan pendekatan at source.

3. Memonitor varian-varian yang bersirkulasi (termasuk varian baru) di masyarakat dengan pemeriksaan genomik terintegrasi dalam surveilans ILI/SARI.

4. Memantau indikator epidemiologi untuk penyesuaian langkah-langkah upaya sosial dan kesehatan masyarakat, dan upaya penanggulangan

5. Memantau adanya ancaman penyakit zoonosis dan penyakit infeksi emerging yang potensi KKM di masa mendatang



Kebijakan

a. Melakukan pemantauan penyakit respiratori seperti Iinfluenza Like Iillnesses (ILI), Severe Acute Respiratory Illnesses (SARI) dan pneumonia yang mengarahkan pada pemantauan COVID-19 melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) baik sebagai surveilans berbasis indikator maupun surveilans berbasis kejadian. Sumber informasi dapat berasal dari fasilitas kesehatan (RS dan Puskesmas), masyarakat, laboratorium, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), media dan lainnya.

b. Melakukan integrasi dan memperkuat sistem surveilans Influenza Like llness/Severe Acute Respiratory Infection (ILI/SARI) dengan surveilans COVID-19.

c. Melakukan surveilans lain yang terkait antara lain surveilans lingkungan dan surveilans zoonosis untuk memantau varian virus SARS-CoV-2 yang bersirkulasi di lingkungan.

Strategi

a. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan surveilans pada masa transisi paska pandemi

b. Melakukan penilaian dan advokasi terhadap rumah sakit dan puskesmas sentinel

c. Melakukan sosialisasi terhadap pelaksanaan kegiatan surveilans di laboratorium dan kantor kesehatan pelabuhan

d. Melakukan koordinasi antara tim pusat dengan tim surveilans di sentinel dan dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota terkait.

e. Melakukan penilaian risiko secara berkala

f. Melakukan pencatatan dan pelaporan data

g. Melakukan analisis data dan diseminasi hasil analisis surveilans

h. Memberikan umpan balik pelaksanaan surveilans dan rekomendasi kebijakan.



Domainnya antara lain

1. Melakukan upaya deteksi dini dan penilaian cepat terhadap risiko penularan

2. Memantau karakteristik epidemiologi

3. Memberikan informasi terkait upaya intervensi lebih lanjut



BBTKLPP Yogyakarta masuk dalam domain Melakukan upaya deteksi dini dan penilaian cepat terhadap risiko penularan mempunyai tanggung jawab kegiatan surveilans berbasis kejadian di jejaring laboratorium (Tier 2-4). Laboratorium juga akan masuk dalam jejaring pelaporan EBS. Dibandingkan dengan pelaporan IBS yang sifatnya lebih terstruktur serta memiliki definisi operasional yang standard, untuk saat ini pelaporan EBS dianggap lebih sesuai untuk dapat memberikan notifikasi secara cepat jika terdapat kejadian yang tidak biasa/tidak terduga di level laboratorium. Hal ini juga dikarenakan sifat dari laboratorium yang cenderung pasif. Saat ini ada 10 BBTKL yang sudah mendapatkan pelatihan EBS dan masuk dalam jejaring pelaporan EBS melalui SKDR.

Dalam kegiatan Pertemuan Uji Coba Finalisasi Pedoman Surveilans Covid-19 Paska Pandemi ini, tim juga melakukan kunjungan ke Puskesmas Sentinel ILI yaitu di Puskesmas Dinoyo Kota Malang dan di rumah sakit Sentinel SARI yaitu RS. Saiful Anwar Kota Malang Jawa Timur, untuk melihat kesiapan dan kemungkinan pedoman ini dapat dilakukan di setiap puskesmas sentinel ILI dan disetiap RS yang menjadi sentinel SARI.