Filariasis yang sering disebut penyakit kaki
gajah adalah penyakit zoonosis menular dan menahun yang disebabkan oleh cacing
filaria. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening dan menyebabkan infeksi yang berakibat terjadinya elefantiasis berupa pembesaran tungkai bawah (kaki), sehingga secara awam
dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Indonesia termasuk Negara endemis Filariasis, terdapat 239 dari 511 kabupaten/kota di Indonesia yang endemis filariasis (Kemenkes, 2015). Sampai dengan
tahun 2019, sebanyak 118 kabupaten/kota telah dinyatakan eliminasi filariasis. Di
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan wilayah kerja Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta terdapat 9
kabupaten/kota yang endemis filariasis dan sampai dengan akhir tahun 2019 belum
ada yang eliminasi. Untuk meningkatkan kualitas evaluasi Program Penanggulangan
Filariasis dan Kecacingan dibutuhkan koordinasi dan keterlibatan berbagai pihak
terkait baik dalam dukungan teknis maupun pendanaan.
Sehubungan hal tersebut, Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) melalui Subdit Filariasis dan
Kecacingan, Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis (P2TVZ) menyelenggarakan
“Pertemuan Koordinasi Dalam Rangka Peningkatan Monitoring Dan Evaluasi Program
Penanggulangan Filariasis Dan Kecacingan” di Hotel Aloft Jakarta tanggal 11-14
Februari 2020. Pertemuan dihadiri perwakilan dari 10 B/BBTKLPP se Indonesia dan
9 Badan/Balai Besar/Balai/Loka Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes)
dari seluruh Indonesia. Dari BBTKLPP Yogyakarta hadir Kasie Advokasi dan KLB,
Dien Arsanti, SKM., M.Env, Supervisor kegiatan Filariasis dan kecacingan,
Heldhy B Kristiyawan, SKM., M.Eng dan Perencana, Mardiansyah, S.Kom., M.P.H.
Acara dibuka oleh Kasubdit Filariasis dan Kecacingan, Lita Renata Sianipar,
SKM., M.Epid. Disampaikan bahwa proses evaluasi POPM butuh keterlibatan dari Unit
Pelaksana Teknis (UPT), tidak hanya UPT Ditjen P2P tetapi juga UPT
Puslitbangkes. Untuk itu diselenggarakanlah pertemuan ini agar terjadi sinkronisasi
dan sinergitas kegiatan evaluasi Pemberian Obat
Pencegahan Massal (POPM) di seluruh Indonesia sehingga dapat meningkatkan
kualitas monitoring dan evaluasi Program Penanggulangan Filariasis dan
Kecacingan.
Pertemuan dilanjutkan dengan penyampaian materi yang dibagi dalam
tiga sesi, yaitu sesi satu adalah materi mengenai program yang disampaikan oleh
narsum dari pusat dengan judul materi yaitu Strategi Percepatan Penanggulangan
Filariasis dan Kecacingan di Indonesia disampaikan Kasubdit Filariasis dan
Kecacingan, judul materi Tahapan Monitoring dan Evaluasi Filca dan Dukungan B/BBTKL
PP dan Balai Litbang yang disampaikan oleh Kasie Filariasis dan kasie
Kecacingan serta materi dukungan anggaran dalam program penanggulangan
Filariasis yang disampaikan Kabag PI. Sesi dua mengenai Dukungan B/BBTKLPP
terhadap Program Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan Tahun 2019-2020 yang
disampaikan oleh perwakilan dari 10 B/BBTKLPP Se-Indonesia. Sesi 3 yaitu Dukungan
Badan/Balai Besar/Balai/Loka Litbangkes dari seluruh Indonesia terhadap Program
Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan Tahun 2019-2020 yang disampaikan oleh
perwakilan dari 9 Badan/Balai Besar/Balai/Loka Litbangkes dari seluruh
Indonesia. Setelah penyampaian materi acara dilanjutkan dengan Desk kegiatan
dan anggaran oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan terhadap B/BTKLPP untuk
memastikan kegiatan wajib dalam rangka evaluasi POPM sudah
dianggarkan/diusulkan. Hasil Desk BBTKLPP Yogyakarta merekomendasikan bahwa
kegiatan Pre-TAS di 3 kabupaten (Blora, Pati dan Pekalongan) tahun 2020 agar
diselenggarakan sesegera mungkin (Juni-Juli) sehingga hasilnya segera diketahui
dan jika kegiatan Pre-TAS berhasil dapat diusulkan kegiatan lanjutan berupa TAS-1
di tahun anggaran 2021.
Model Teknologi Desinfeksi Air dengan Teknik Deep Down Ultraviolet.jpg